Sibak Rukok Teuk Ho Ka

Aceh pada tahun ini akan melaksanakan pilkada yang kedua kali setelah MOU perdamaian antara GAM dan RI pada tahun 2005 di Helsinki Firlandia, namun pada tahun ini pilkada bisa dikatakan akan lebih rumit dibandingkan pada pilkada pertama kali dikarenakan banyak sengketa yang terjadi antara pihak Gubernur Aceh, DPRA dan KIP yang hingga sekarang belum menemukan titik penyelesaiannya meski pelaksanaan pilkada sudah mendekat namun di antara ketiga pihak tersebut hingga sekarang belum menemukan titik penyelesaian yang akhirnya mereka jalan sendiri sendiri alias punya argumen hukum masing masing.

Sengketa yang terjadi tersebut merupakan penilaian pesta demokrasi para pemimpin yang bisa dikatakan aceh merupakan daerah yang baru tumbuh dari konflik yang berkepenjangan dan sekarang aceh merupakan daerah yang teristimewa perlakuannya melalui otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada aceh, berbicara masalah otonomi khusus yang diberikan patut kita berikan apresiasi yang besar untuk pemerintah pusat yang berkeinan aceh dapat menjadi daerah yang mandiri dan sejahtera kedepan tanpa mengulang sejarah konflik yang telah berkepanjangan, padahal dalam beberapa tahun ini aceh telah menjadi sorotan nasional bahkan internasional baik dalam perdamaian bahkan dalam pembangunan, akan tetapi sengketa yang terjadi pada pelaksanaan pilkada tahun ini merupakan sesuatu yang sangat miris bagi masyarakat aceh untuk menerima kenyataannya bahkan memalukan aceh dalam mata nasional maupun internasional yang dulunya aceh dikenal dengan kebersamaan dalam perjuangan menuntut kemerdekaan dengan slogan “sibak rukok teuk ka” namun sekarang malah terjadi perpecahan bahkan terancam pada pemisahan pemisahan suatu kelompok nantinya yang merasa kecewa dan tidak juga dapat kita pungkiri kemungkinan akan terjadinya lagi konflik antar sesama masyarakat aceh.

Slogan yang ada pada masa konflik itu bisa saja terjadi dengan slogan yang sama namun dalam artian yang berbeda beda, (pemisahan pemisahan provinsi aceh dalam beberapa bagian) dikarenakan untuk saat ini saja sudah mulai dalam pergerakan perbedaan suku atau etnis di aceh, padahal dulunya tidak pernah kita mendengar perbedaan perbedaan tersebut namun sekarang semakin marak dalam pemilahan pemilahan tersebut mulai dari para calon pemimpin yang berkampanye sebagai azas pemanfaatan.

Masyarakat aceh sudah seharusnya mengintropksi diri untuk kemajuan aceh kedepan dalam hal pembangunan maupun kebijakan dengan tidak selalu menyalah nyalahkan pihak lain dalam permasalahan aceh pada saat ini, dulunya pada saat konflik aceh berjuang kemerdekaan dikarenakan keadilan tidak ada untuk aceh akan tetapi setelah perdamaian pemerintah pusat telah membuka pintu dengan selebar lebarnya dalam mengelola aceh untuk meraih kegemilangan namun sudah enam tahun dengan kuncuran dana yang begitu luar biasa dari pemerintah pusat maupun pihak luar negeri namun tidak juga membawa aceh keluar dari permasalahan permasalahan nya, lalu siapa yang kita salahkan masihkah kita menyalahkan pihak lain dalam permasalahan ini, padahal keistimewaan yang diberikan kepada aceh patut kita bersyukur dikarenakan tidak ada keistimewaan yang lebih dari pada aceh yang diberikan oleh pemerintah pusat bahkan banyak provinsi provinsi lain yang merasa iri dengan ke istimewaan tersebut.

Masyarakat aceh dalam konteks ini perlu lebih cerdas dalam menanggapi permasalahan permasalahan di aceh sehingga kita tau siapa yang salah masyarakat aceh kah atau pemerintah pusat “menyo kadijok buket bek talake gunong” dikarenakan pada saat ini masyarakat aceh selalu menyalahkan orang lain padahal kita sendiri sendiri yang bodoh, padahal provinsi provinsi yang lain di indonesia pada saat ini tidak mendapat kebebasan dan ke istimewaan dari pemerintah pusat namun mereka bisa lebih baik dari pada kita dalam membangun daerahnya.

Pada saat konflik masyarakat aceh, tokoh tokoh aceh, ulama  ataupun yang mengaku dirinya pejuang semua bersatu melawan ketidak adilan ini dari pemerintah pusat akan tetapi setelah ini semua diberikan malahan masyarakat aceh, ulama, maupun pejuang pejuang tersebut sudah mulai jalan sendiri sendiri memikirkan bagaimana memperkayakan diri sendiri dengan berbagai macam cara sehingga yang merasa lemah akan tersingkirkan sendiri dengan kondisi ini,

Partai Aceh yang lahir dari mantan Gam pun tampaknya sudah tak bisa bersatu lagi seperti dahulu yang mana dahulunya berjuang dan bersatu melawan penindasan demi memperjuangkan keadilan bagi masyarakat aceh yang hidup dibawah tekanan, padahal dahulunya mereka makan, menahan lapar bersama sama dan menderita bersama sama namun setelah senang kelihatannya mulai jalan masing masing, ini tentunya menjadi ancaman bagi pihak pihak yang merasa tidak puas dengan kondisi ini dan kecemburuan sosial dalam tubuh mantan Gam ini, bahkan tidak sedikit pula yang sudah mulai pergi meninggalkan Partai PA ini dikarenakan berbagai macam alasan yang terjadi didalam tubuh partai tersebut.

Masyarakat juga sudah mulai jenuh dengan realitas yang terjadi yang dahulunya mempercayakan penuh aceh dipimpin oleh mereka namun setelah melihat perjalanan yang terjadi menjadikan masyarakat semakin bingung untuk mempercayakan aceh ini pada siapa dan mau dibawa kemana sebenarnya.

Tapi entahlah saya sendiri sebagai generasi muda aceh juga ter iris dengan kondisi ini sehingga menjadikan saya tidak tau siapa yang pantas menjadi pemimpin aceh untuk masa depan yang bisa membawa keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat aceh.  



Dan secara pribadi saya memohon maaf apabila kata kata saya diatas ada yang tidak pantas untuk saya utarakan tapi hal ini saya tulis bukan bermaksud lain namun ini hanyalah pemikiran pemikiran saya dalam mengutarakan berbagai hal kekecewaan yang terjadi di aceh pada saat ini karena saya juga menginginkan aceh ini kembali bersatu membangun untuk kesejahteraan dan keadialan seperti apa yang menjadi harapan rakyat aceh bukan menambah konflik dan pemisahan pemisahan.


Penulis : Sekretaris Jendral Pemerintahan Mahasiswa Universitas Serambi Mekkah 2011-2012

Yudie

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...