Mahasiswa Kampus Swasta Anak Tiri Pemerintah


Kampus universitas serambi mekkah pada saat ini telah mulai memasuki masa periode mahasiswa baru yang sudah sah menjadi bagian dari pilar tridharma perguruan tinggi setelah melewati berbagai proses dari ujian tes, pendaftaran ulang, orientasi sampai dengan pembacaan sumpah mahasiswa di akhir acara orientasi mahasiswa baru yang dilaksanakan mulai tangga;l 17 s/d 20 september  2011, banyak hal yang diharapkan pada mahasiswa baru ini, baik dari kontribusi sampai dengan ke aktifannya membangun kampus biru tersebut.


Gondrong merupakan sebutan untuk orang berambut panjang yang dibiarkan terurai. Makna gondrong mengalami perubahan dalam konteks sosial. Dulunya, gondrong dipersepsikan untuk menunjukkan kekuataan dan kekuasaan. Sekarang, persepsi tersebut mengalami perubahan, orang-orang yang berambut gondrong dianggap bersikap apatis, anarkis dan inpolite (tidak sopan)
 
Masa pra kolonial, rambut gondrong merupakan pemandangan yang lazim bagi kaum pria di nusantara. Lihat saja pada film-film yang berlatar kehidupan nusantara masa lampau, misalnya film Joko Tingkir, sebuah film berlatar kehidupan seorang ksatria tanah Jawa yang memiliki hobi membela keadilan, ataupun Wiro Sableng, dan juga si Buta dari Gua Hantu yang juga memiliki karakter yang sama. Bahkan, lukisan Sultan Iskandar Muda karya Sayed_Abdullah, beliau pun digambarkan memiliki rambut gondrong. Artinya, rambut gondrong bukanlah sebuah style yang seharusnya dianggap negative oleh masyarakat luas, terutama kaum ibu-ibu yang memiliki anak lelaki.  


Menyikapi gap antara akademisi dan industri sebelumnya adalah hal yang perlu dikaji untuk mengetahui apakah pentingnya “pendidikan”. Gap tersebut pada intinya merupakan masalah turun-temurun yang belum begitu nyata pemecahan dan solusinya. Masalahnya antara akademisi dan industri selalu berkaitan dalam hal dasar pendidikan. Pendidikan yang merupakan investasi terbesar untuk menemkan satu pemecahan masalah itu sendiri.
Apa yang terjadi selanjutnya adalah gap tersebut lebih mengarah lebih sempit lagi kepada gap yang berada di dunia pendidikan sendiri khususnya pendidikandi perguruan tingggi.
Bila dilihat dari kapasitas yang dibutuhkan dunia manapun adalah SDM yang unggul, mereka yang mempunyai perbedaan dari kebanyakan manusia lainnya. Itulah mengapa yang namanya pemimpin sangat sedikit. Oleh Karena itu dalam dunia pendidikan ada sebuah tolak ukur untuk mengukur tingkat kapasitas pendidikan seseorang.



Laksana semut di seberang lautan jelas kelihatan dan gajah di pelupuk mata tidak kelihatan. Begitulah bunyi pribahasa yang sering kita dengar. Mungkin kita kurang normal jika kita tidak mampu melihat gajah tersebut secara jelas. Entah kalau kita sudah terjebak penyakit “rabun” reformasi . Masih mending kita dihinggapi oleh “rabun” cantik, sehingga tidak mudah tergoda oleh yang “cantik-cantik”. Tetapi tatkala “rabun” reformasi menghinggapi diri kita, apa boleh dikata moralitas kita perlu dipertanyakan, kemanusiaan dan harga diri kita perlu dikonstruksi kembali.


Ada beberapa aspek strategis yang luput dari perhatian dan ingatan kita selama mengarungi kehidupan kampus ini. Aspek-aspek tersebut adalah aspek intelektual yang perlu di implementasikan melalui reformasi Intelektualatau dalam slogan lain Reresh Intelektual. Berkenaan dengan reformasi ini, masih belum banyak kalangan yang concern dengan agenda refresh intelektual. Padahal disadari betul bahwa tidak mungkin bangsa ini akan bangkit kembali jika tidak ditangani oleh mereka yang mempunyai kualitas intelektual tinggi. Bangsa kita masa mendatang membutuhkan kader-kader yang profesional. Yang diharapkan lahir dari dunia perguruan tinggi, yaitu kampus.


Mahasiswa memiliki tiga tipe yakni yang pertama, tipe mahasiswa ambivalin adalah tipe mahasiswa yang hanya mengejar nilai  mata kulianya semata, tanpa mempedulikan masalah-masalah di sekitarnya. Tipe mahasiswa semacam ini diakui memang tidak diharapkan oleh negara.

Kedua, tipe mahasiswa opertunis, tipe mahasiswa yang kedua ini sangat dikhwatirkan jangan sampai ada dan berkembang di kampus-kampus karena akan merusak citra kampus. Tipe mahasiswa opertunis ini ditandai sebagai seorang mahasiswa yang telah terkontaminasi dengan politik praktis. Sehingga hanya memiliki kepentingan dirinya sendiri dan golongan tertentu untuk mencapai kepentingannya.

Alhamdulillah setelah beberapa minggu ini saya tak mengeluarkan tulisan yang saya tulis sendiri untuk teman teman baca, namun pada kali ini saya terpaksan harus membuat tulisan mau tidak mau, padahal saya sendiri dalam tahap kejenuhan untuk menuli, maka dari itu pada tulisan tulisan yang beberapa hari ini adalah merupakan tulisan teman teman lain dan tulisan tulisan yang sudah lama saya simpan di laptop saya.

Ok kita kembali lagi pada inti mengapa saya pada kali ini harus menulis kan tulisan ini dengan judul “Penjajahan Kampus Ala Reformasi” karena pada belakangan selama ini saya dengan teman teman sudah cukup banyak menerima tekanan apalagi dalam beberapa minggu ini tekanan itu membuat saya tidak nyenyak untuk tidur malam karena harus memikirkan bagaimana untuk segera menyelesaikan permasalahan permasalahan itu, 

Kuliah Tanpa Organisasi Mahasiswa Impoten


Kuliah mungkin di zaman sekarang ini merupakan sesuatu yang tak istimewa lagi. Tak seperti dulu dimana kuliah adalah suatu "keistimewaan", maka sekarang kuliah itu sendiri adalah suatu hal yang biasa. Maka tak heran jika zaman dulu satu kampung yang kuliah cuma satu orang, sedangkan sekarang seluruh remaja yang telah tamat SMA sederajat kebanyakan memilih kuliah daripada kerja. Namun sebenarnya apakah tujuan seseorang berkuliah? Banyak versi untuk menjawabnya.


Pragmatisme merupakan salah satu istilah yang asing bagi masyarakat namun realitasnya sangat mendominasi kehidupan masyarakat kita. Seringkali kita dengan ungkapan ”kita mesti realistis!” atau ungkapan ”jamane jaman edan, yen ora edan ora keduman” (zamannya zaman edan/gila, kalau tidak ikut2 gila tidak kebagian) yang lebih parah bahkan diantara mahasiswa aktivis pergerakan mulai lancar melafalkan ”idealisme telah mati, pragmatisme adalah kebutuhan zaman.” Sepintas kalimat tersebut terasa ringan diucapkan, namun memiliki pengaruh yang sangat mendasar.

Mahasiswa Lebay Sok Kotaan


DALAM psikologi, hati digerakkan oleh jiwa. Sedang dalam antropologi, perilaku digerakkan atau diremotkan oleh kebudayaan. Demikian surah Pak Dosen pada mahasiswanya. “Sehingga,” lanjut peneliti masalah sosial itu, “nantinya seseorang akan mengalami culture shock (gegar budaya) ketika tinggal di lingkungan baru.” Misal, “ada orang kampung datang ke kota. Tinggal di kota barang dua hari. Pulang dari kota sudah bawa embel-embel kota: Alah, male teuh. Malas tat lon. Wo dari Lok. ih.., jorok….


Dalam sejarah pergerakan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa mempunyai sejarah yang cukup legendaris. Gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Pergerakan mahasiswa di Indonesia termasuk di Aceh juga dipengaruhi oleh konteks sosial yang melatarinya.Studi yang khusus membahas mengenai gerakan mahasiswa Aceh dapat dikatakan sangat sedikit.  Atas dasar tersebut,

Mau Tau Penyakit Mahasiswa... Baca


Apa yang dilakukan kamu saat selesai kuliah? Pulang, sebagian sibuk dengan urusannya sendiri dan ada pula yang menyibukkan diri dengan laptop dan kawan-kawannya. Kata pertama yang akan dibahas kali ini. Mahasiswa yang tidak mempunyai tujuan, hanya berniat ke kampus untuk berkuliah saja, pasti jenuh dengan kegiatan yang satu ini. Berangkat kuliah, masuk, selesai kuliah dan pulang. Adakah manfaatnya jika menjadi mahasiswa seperti ini?

Mahasiswa adalah tingkatan tertinggi di satuan pendidikan, mahasiswa juga dipandang sebagai intelektual muda yang akan menjadi penerus bangsa. Setidaknya mahasiswa harus lebih care dan respect dengan lingkungan sekitar, terutama pembangunan negeri ini.
Banyak yang bilang, masa-masa paling indah adalah masa-masa SMA, yahh memang pendapat tersebut ada benarnya, tetapi masa-masa di bangku kuliah juga ga kalah indah dan seru kok.

Buat Mahasiswa Yang CUMA Bangga Sama IP 3.5

Disadari atau nggak, mahasiswa di era pasca soeharto lengser cenderung lebih berbeda dibanding dengan mahasiswa sebelum soeharto lengser. Setidaknya, dari intensitas ngomong, mahasiswa jaman sebelum soeharto lengser lebih vokal ngomong di luar urusannya sama akademik.

Terlepas dari ada atau nggak penyokong dana di balik aksi mahasiswa sebelum soeharto, senggaknya mahasiswa di jaman orde baru lebih punya prinsip buat ngadain gerakan-gerakan. Nggak cuma gerakan demo, tapi juga lobi-lobi ke pemerintahan.

Berbicara tentang pergerakan mahasiswa, maka layak bagi kita memaknai pergerakan mahasiswa secara utuh, menyeluruh dan bukan lagi memaknainya secara parsial. Pemaknaan secara utuh itulah yang menempatkan mahasiswa pada sebuah masa dan tempat yang tinggi, serta strategis. Karena, idealnya mahasiswa adalah golongan intelek yang sense of crisis nya tinggi. Mungkin, patut bagi kita yang mengaku sebagai aktivis mahasiswa untuk kembali melakukan refleksi sejarah. Bahwa sejarah telah mencatat, gerakan mahasiswa dengan idealisme para aktivisnya mampu menumbangkan kediktatoran Soekarno dan juga mampu meruntuhkan kerajaan Soeharto.

Tangisan Soekarno Awal Mula Petaka Aceh


“Waallah Billah..., Atjeh nanti akan saya beri hak untuk menjusun rumah tangganja sendiri sesuai Syari’at Islam. Akan saya pergunakan pengaruh saya agar rakjat Aceh benar-benar dapat melaksanakan Syari’at Islam. Apakah Kakak masih ragu...??”

Kata-kata di atas diucapkan oleh Soekarno sambil terisak di bahu seseorang yang ia panggil Kakak. Sang kakak, tidak lain adalah Daud Beureueh. Akhirnya, berbekal iba dan isak tangis, Soekarno berhasil meluluhkan hati sang Abu Jihad, demikian panggilan Daud Beureueh. Soekarno mengucapkan janjinya untuk meyakinkan Daud Beureueh, bahwa jika Aceh bersedia membantu perjuangan kemerdekaan, Syari’at Islam akan diterapkan di tanah Rencong ini. Maka urung niat Daud Beureu’eh meminta perjanjian hitam di atas putih.

Aceh pernah dijuluki "Serambi Mekkah", karena masyarakatnya religius, yang sangat mengenal nilai-nilai agama. Syariat Islam menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengamalan hidup sehari-hari. Keadaan itu pernah terealisir pada masa Sultan Iskandar Muda berkuasa (1016-1046 H atau 1607-1637 M).

Denys Lombat, seorang sejarawan Perancis melukiskan wajah Aceh pada zaman Iskandar Muda sudah berjalan dengan baik, meliputi tertibnya administrasi keuangan dalam negeri, adanya perundang-undangan dan tata pemerintahan yang teratur, memiliki angkatan bersenjata, memiliki komitmen di bidang politik perdagangan dalam negeri dan antar-negara lain,

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...