Refleksi Akhir Tahun


Tak terasa waktu terus saja berlalu, matahari tidak akan peduli sejauh manakah kita telah pergi? Bulan dan bintang pun kerap datang dengan senyuman yang terkadang melebar terkadang menyipit. Tanpa terasa sebentar lagi tahun baru menghadang, agenda lama belum terselesaikan  yang baru telah bertandang.
Dalam kurun waktu yang singkat ini, bermacam gerak dan aksi telah dipertontonkan oleh penguasa Negeri. Episode korupsi yang ditampilkan oleh mereka yang memiliki jabatan seakan tak bisa terakhiri, Century belum kelar, Gayus datang, Nazaruddin bertandang, disusul Nunun pun datang dengan penyakit lupa ingatan. Sungguh! korupsi merobek  topeng kejujuran para pejabat negeri ini. Satu kasus belum kelar, kasus lain telah terpampang.


Ketika akhir dari episode korupsi belum mampu terpublikasi, tanpa disangka dan seakan tidak percaya, drama pembataian dan tragedi berdarah tiba-tiba terhempas di depan mata, dia datang mengetuk relung kemanusian kita. Tragedi yang sangat tidak pantas terjadi di negara demokrasi dan konon sangat menjunjung tinggi nila-nilai universal  hak asasi manusia seperti Indonesia ini.

Tragedi yang seharusnya tidak akan terjadi jika pemerintah menempati janji,  jika saja janji  pemerintah membagikan 9 juta hektare tanah kepada para petani terealisasi sepertinya korban jiwa  di Mesuji dapat dihindari, atau haruskan ada korban nyawa terlebih dahulu baru kemudian janji itu ditepati? Entahlah, yang pasti Mesuji mengingatkan kita pada tregedi DOM (Daerah Operasi Militer) di Aceh era 80-han.

Air mata korban Mesuji belum kering, luka hati belum tersembuhkan fenomena biadap ulah para serdadu kembali dihidangkan, hanya berselang dengan rentang minggu, laras senjata dan sepatu lars tentara lagi-lagi memakan jiwa, kali ini tragedi Bima. Tanpa basa-basi, senjata itu menghempaskan pelurunya, tidak peduli darah, air mata  bahkan nyawa sekalipun. Rakyat meregang nyawa di tanah mereka sendiri, dibantai karna mempertahankan sejengkal  tanah dan hasil alam yang mereka miliki.

Tambang itu telah memakan tumbal, tumbal yang  dipersembahkan oleh aparatur negara untuk penguasa Republik ini. Kasus Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Lampung dan Sape, Bima ,Nusa Tenggara Barat seharusnya tidak  terjadi jika keberpihakan aparatur negara terhadap rakyat bukan sekedar retorika belaka, entah dimana pro job, pro poor dan pro job yang sering didengungkan oleh presiden SBY selama ini.

Tragedi demi tragedi terus saja terjadi, entah sampai kapan kejahatan kemanusia seperti ini akan terakhiri, rakyat kecil terus saja menjadi korban atas keserakan negara dan para penguasanya, sepertinya persengkokolan antar elit dan para pengusaha bukan lagi hal yang perlu ditutupi, bukan saja Mesuji dan Bima, Acehpun yang telah terbebas dari konflik juga masih menyimpan berbagai cerita tentang rakyat dan penguasanya.

Keamanan Aceh dalam artian bebas dari perang dan tidak ada lagi suara tembakan dan dentuman meriam bisa dikatakan sukses di bawah kepemimpinan Irwandi-Nazar. Banyak penghargaan yang telah diperoleh Irwandi dalam masa pemerintahannya, diantaranya penghargaan Ksatria Bakti Husada yang diberikan oleh Kementrian Kesehatan atas terobosan beliau melakukan program kesehatan gratis untuk semua jenis penyakit dan berlaku untuk semua kelas sosial.

Kita patut memberikan apresiasi atas inisiatif ini, setidaknya kepanikan masyarakat selama ini atas mahalnya biaya obat dan biaya rumah sakit mulai teratasi. Kiprah Irwandi-Nazar dalam upaya merealisasikan dana APBD sudah sangat memadai, walaupun masih banyak hal penting yang belum dipenuhi, seperti misalnya program yang mengarah pada terbukanya lapangan pekerjaan kepada masyarakat.

Ketika lapangan pekerjaan tidak tersedia, kebutuhan ekonomi semakin meningkat, memaksa masyarakat untuk saling sikut-menyikut, dahulu mendahului dalam upaya mendapatkan kebutuhan pokok yang mereka inginkan. Kondisi seperti ini akan  melahirkan kondisi masyarakat yang saling tidak percaya antar satu dengan yang lainnya (low trus community), saling mencurigai dan saling memicingkan mata hati, sehingga dengan mudah terpancing oleh kepentingan para pemodal. Entah kenapa Persoalan ekonomi selalu datang menghatam sisi kemanusia kita. Sebuah realita yang sangat memprihatinkan!

Sepertinya bukan tidak terpikirkan oleh Irwandi untuk membuka lapangan pekerjaan, banyak sudah dia menandatangani izin tambang dengan tujuan akan adanya lapangan pekerjaan untuk rakyat, namun sangat disayangkan izin yang diterbitkan cenderung tanpa melalui prosedur yang semestinya, izinnya legal tetapi tidak prosedural.

Banyak aturan yang dilangkahi, seperti tidak adanya dokumen AMDAL (Analisa Dampak lingkungan),belum adanya konsultasi dengan warga sehingga aktivitas pertambangan telah menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat di sekitar kawasan pertambangan.
Efek dari aktifitas pertambangan secara kasat mata mungkin belum terlihat, hal itu disebabkan aktifitas tambang merupakan aktifitas jangka panjang dan baru terlihat dampaknya dalam hitungan tahun, Seharusnya pemerintah bisa membaca dan tanggap terhadap kondisi yang ada bukan menutup mata, pura-pura tidak tahu dan cenderung mengabaikan, ada kesan pemerintah masih sangat berpihak pada pemilik modal sehingga penegakan hukum atas semua hal yang berhubungan dengan pemilik modal cenderung lamban untuk di tangani. Persengkokolan  elite politik dengan pemilik modal telah mengakibatkan terpinggirnya kepentingan masyarakat setempat.

Aktivitas tambang yang tidak dibarengi dengan pengawasan menyeluruh dari pemerintah terhadap aktivitas tambang dan perencanaan yang mapan seperti Analisa Dampak Lingkungan dan konsultasi dengan masyarakat di mana  lokasi tambang di buka akan berakibat fatal pada lingkungan dan akan berpotensi menimbulkan kesenjangan sosial antar masyarakat yang berada di sekitar kawasan tambang. Jika kondisi seperti ini terus di abaikan, bukan hal yang mustahil tragedi Mesuji dan Bima juga akan terjadi di Aceh.

Cukup sudah darah mengalir di akhir tahun ini. kita berharap semua pihak terutama pemerintah Aceh, Bupati dan seluruh jajaran pemerintah untuk bisa melihat dan mengkaji ulang semua izin tambang yang telah dikeluarkan, pemerintah harus bisa mengevaluasi sejauh mana aktifitas tambang telah dijalankan oleh para pemilik modal, apakah aktifitas tambang tersebut sudah  berpihak kepada masyarakat atau sebaliknya?

Rakyat masih setia menunggu keadilan, kepedulian dan keberpihakan pemerintah terhadap mereka, kesejahteraan masih menjadi mimpi yang tidak pernah alpa menghiasi tidur rakyat jelata. Mari  menyongsong tahun 2012 dengan semangat pembangun ekonomi dengan menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai variabel utama, program yang pro rakyat harus menjadi prioritas pemerintah, jangan biarkan rakyat terus terpinggirkan dan termiskinkan.

Jangan biarkan tragedi berdarah kembali terjadi di tahun 2012 dan tahun-tahun selanjutnya
Damailah Aceh tercinta, Sejahteralah Indonesia kita.


Penulis 
Cut Meutia Farah [Ibu Rumah Tangga] 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...