Judul artikel ini gambaran dari generasi yang
sakit akibat ulah manusia perusak moral yang melumuri zaman dengan kenistaan.
Pada zaman dahulu, wanita Indonesia identik
dengan sifat malu. Mereka malu memakai busana minim dan malu berinteraksi
dengan kaum Adam yang bukan mahram. Kaum hawa masa lalu bersikap sesuai etika
ketimuran, yang menjaga sikap terhadap laki-laki, bukan karena jaim alias jaga
imej, tetapi karena memang ada rasa malu menyelinap di dalam diri mereka.
Hari ini, manusia telah mengubah zaman, di mana
para wanita dijadikan sebuah boneka. “Atas nama HAM, izinkan saya pamer aurat,”
begitulah gambaran yang tepat aspirasi para wanita kebanyakan.
Atas nama kebebasan, wanita Indonesia tidak
malu-malu melucuti busana di tempat umum agar disebut modern seperti wanita
barat. Melalui dunia hiburan, propaganda barat telah sukses memalingkan
muslimah Indonesia berkiblat kepada jurang kehancuran.
Barat berhasil menipu dunia, utamanya Indonesia.
Di negara barat dan kroni-kroninya, wanita yang berani –maaf– telanjang di
dunia akting merupakan kebanggaan, kategori wanita seperti ini bagi mereka
layak menerima penghargaan bergengsi. Ironinya, Indonesia merupakan negara yang
latah mengikuti budaya mereka. Budaya yang menjauhkan muslimah dari agamanya.
“Atas nama HAM, izinkan saya pamer aurat.” Pesan
inilah yang membuat undang-undang pornografi dan pornoaksi mandul di negara kita.
Walaupun jutaan umat mendukung, tidak akan aspirasi ini menjadi kenyataan.
Faktanya dunia hiburan berupa media cetak dan elektronik semakin liar dan
berani mengekspos aksi rendahan wanita.
Pelecehan terhadap wanita dengan kedok seni,
mendorong wanita bangga memamerkan aurat. Aksi seronok yang pantas dilakukan
wanita tuna susila, kini telah di lakukan oleh wanita penjaja akting. Generasi
muda menjadi korban, ikut-ikutan bertindak seperti wanita penjaja akting,
rusaklah negara, akibat tidak mampu mendidik wanita.
Islam Memuliakan Wanita
Islam sangat menghargai wanita, menjaga agar
martabat wanita terangkat, bukan rendah layaknya sampah, atau menjadi boneka
para manusia rakus. Apa artinya sebuah pamor, jika di dalamnya memaksa wanita
merusak derajat dan martabatnya di hadapan masyarakat luas. Apa pula artinya
ketenaran, jika di dalamnya menyuruh wanita bertindak melanggar norma-norma
agama.
Bahagialah para wanita muslimah, ketika
anak-anak, dalam lindungan keluarga, ketika beranjak dewasa atau baligh, diperintahkan
menutup aurat, sebagai bentuk ketakwaan pada Allah sang Maha Pencipta. Dalam
hijab, bukan hanya sekedar menutup aurat, tetapi merupakan ciri khas muslimah
yang mudah terdeteksi identitas kemuslimahannya, hal ini sesuai firman Allah
dalam surat Al-Ahzab ayat 59 :
“Hai Nabi, katakanlah pada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Ketika telah beranjak dewasa dan hendak menikah,
wanita islam diperbolehkan memilih tanpa paksaan, mereka diperlakukan istimewa,
dipilihkan lelaki baik yang menjaga kehormatan. Ia juga mempunyai hak meminta
mahar (mas kawin) dan boleh membelanjakannya sesuka hati. Sungguh menyenangkan
menjadi muslimah, ia tidak takut kekurangan cinta dan kasih sayang. Ia adalah
saudara bagi muslim yang lainnya, sehingga jika ada gangguan dari orang jahil,
maka kehormatannya wajib dibela.
Ketika telah menjadi seorang Ibu, kemuliaan
wanita bertambah. Ia menjadi pembuka ridha surga Allah bagi anak-anaknya. Do’a
bagi anaknya tidak meleset. Islam memudahkan wanita yang berstatus Ibu, ia
berhak mendapat nafkah dari suami. Dan baginya tidak ada kewajiban bersusah
payah mencari makan. Baginya merupakan kehormatan, ketika kewajiban di dalam
rumah diserukan, dengan tetap di dalam rumah akan terhindar dari sifat buruk
berupa gossip, ghibah, foya-foya, dan sifat rendah yang mendatangkan madharat
lainnya.
Kemuliaan lainnya, semakin lanjut usia mereka
semakin dihormati, semakin besar pula hak mereka dan semakin berlomba-lomba
anak-anak dan kerabat dekatnya untuk berbuat yang terbaik kepada mereka, karena
mereka telah selesai melakukan tugasnya, dan yang tersisa adalah kewajiban
anak-anak, cucu, keluarga dan masyarakat terhadap mereka.
Akhirnya, mewakili suara hati muslimah, penulis
ingin mengatakan, ‘atas nama HAM, izinkan kami para wanita menutup aurat secara
rapat’, atas nama HAM, jangan ganggu para muslimah dengan tuduhan miring yang
mengait-ngaitkan dengan julukan teroris. Atas nama HAM, izinkan muslimah
mendapatkan kebebasan berpakaian syar’i sesuai aturan syari’at. (voa-islam)
By: Yulianna PS
Penulis Cerpen “Hidayah
Pelipur Cinta”
acehloensayang.com
acehloensayang.com